04/09/13

Sepasang sepatu tua.


Siang itu, sepasang kaki berjalan lebih cepat tidak seperti biasanya. Ia seperti di buru oleh waktu. napasnya terengah engah.

"Assalamualaikum, aku pulang" ia mengucapkan salam.

Sesampainya di rumah ia hanya menaruh tas dan menganti baju seragamnya. setelah itu ia bergegas pergi keluar menuju lapangan bola dekat rumahnya.

"Hey, makan dulu" teriak Ibu dari dapur.

"iya, nanti saja. mau main bola dulu." balasnya.

Andi adalah seorang pelajar di salah satu SMA negeri di Jakarta, orangnya sederhana, mudah bergaul, mandiri dan sangat hobi bermain bola. hanya saja di seorang yang pemalu. setiap kali ada masalah ia segan meminta bantuan. katanya, ia tak mau merepotkan orang lain.

Memang sudah menjadi kebiasaan Andi, setiap pulang sekolah ia selalu bermain sepakbola dengan teman temannya di lapangan dekat rumahnya. sebenarnya itu hanya sebidang tanah kosong milik pemerintah yang tak terurus, lalu di manfa'atkan oleh orang di sektar sini untuk bermain bola setiap sore.

Andi suka sekali bermain sepakbola, itu sudah menjadi kebutuhan wajib baginya. tak heran ia masuk di team sepakbola di sekolahnya. walaupun dia hobi sekali berolahraga, tapi, di bidang akademis ia juga termasuk anak yang cerdas.

"Aku harus rajin berlatih, supaya bisa memenangkan kompetisi sepakbola antar SMA tahun ini. dan suatu hari nanti akan ku bersihkan nama baik Ayah". tekatnya dalam hati.

Memang Andi ini adalah anak yang berbakat, banyak orang yang memuji kemampuannya mengolah si kulit bundar. Itu semua tak terlepas dari peran Ayahnya sebagai mantan pesepak bola nasional Indonesia.
darah yang mengalir dalam tubuh Andi adalah darah pesepak bola yang pernah berjaya pada eranya.

Tapi, tak jarang ia juga mendapat cibiran dari teman temannya. karna dulu sewaktu TIMNAS berlaga dalam final menghadapi negeri tetangga, dalam adu pinalti. Ayahnya gagal menyarangkan bola ke gawang lawan. itu semua berdapak pada kekalahan TIMNAS Indonesia.

Ayahnya merasa bersalah atas kekalahan itu. ia terpukul, lantas memutuskan untuk gantung sepatu
di usia yang tergolong masih muda.

sejak ayahnya memutuskan untuk berhenti bermain bola, kehidupan keluarga andi pun mulai berubah. Suatu ketika mendadak Ayahnya terkena serangan jantung dan meninggal sewaktu andi masih berumur 7 tahun.

kini Ibunya harus berkerja keras untuk membiayai sekolah andi dan adiknya sendirian.

---

Di pinggir lapangan Andi terdiam melihat sepatu bola miliknya yang sudah butut. di bagian depan kulit sepatu sudah terkelupas, hampir berlubang mungkin karena terlalu sering terkena benturan keras.

Ia melihat ke sekelilingnya, teman teman Andi bermain bola dengan sepatu yang bagus. ia merasa iri, tapi tak mungkin ia meminta kepada Ibunya untuk membelikan sepatu baru.

"Hey, ndi ayo cepat sini gabung".

salah seorang dari temannya memanggil dari kejauhan.teriakan itu membuyarkan lamunan andi.

"Oh, iya tunggu sebentar".

"Ah, apa yang aku lamunkan. aku harus tetap fokus berlatih untuk pertandingan final besok".

Tak lama kemudian Andi bergabung dengan teman temannya di tengah lapangan untuk melakukan pemanasan. hal itu harus di lakukan agar terhindar dari bahaya cidera. Andi dan teman temannya tampak bersemangat. setelah melakukan peregangan, mereka berlari lari kecil mengitari lapangan beberapa kali.

Sepatu Andi tampak begitu kontras saat iring iringan kaki itu berlari berdempetan. begitu lusuh penuh debu.
tak sedap di pandang mata. tapi Andi tak begitu mempedulikan hal itu.

Setelah dirasa cukup, mereka lantas membagi tim menjadi dua bagian. tim A dan tim B. Sebagian lagi duduk di pinggir lapangan sebagai cadangan. Andi masuk dalam tim A dan dapat giliran main pertama.


"priiiiittttt"


Peluit di tiup pertanda pertandingan di mulai. Andi berlari mengejar bola, teman temannya juga tak kalah bersemangat. mereka saling kejar dan berebut bola, seolah tak peduli dengan terik matahari yang masih lumayan menyengat sore itu. Ribuan butir peluh pun berjatuhan ke tanah.

"Andi terima ini" 

seorang teman memberikan sebuah umpan lambung, Andi lekas berlari menyambut bola. tepat di mulut gawang tanpa pengawalan, bola sudah berada di kaki andi.

"shootiiiing"

Teriak teman yang memberi umpan. tak perlu menunggu lama, andi mengayunkan kakinya sekuat tenaga menendang bola ke arah gawang, lalu dengan satu hentakan...


"DAAASSS!!! KRACKK!!!"


Bola melesat ke arah kanan gawang, kiper pun tak sanggup meraihnya, dan...

"GOOOOLLLLLL"

riuh suara tim A merayakan keberhasilan Andi menyarangkan bola ke gawang lawan.

---

Andi terdiam, ia masih berdiri di situ, tak bergeming, tak bersuara. Ia tak melakukan selebrasi atas keberhasilannya mencetak gol. salah seorang teman berlari kearahnya dan menepuk pundakya.

"Hey, Ndi, yang barusan itu keren banget"

Andi masih terdiam, ia menunduk melihat ke arah sepatunya.

"Hey, kenapa?"

"Sepertinya sepatuku robek"

Sepatu bola andi satu satunya rusak, gol yang baru saja tercipta harus di bayar mahal olehnya. sekarang sepatu sebelah kanan andi seperti mulut buaya yang sedang menganga.
Andi tertunduk lesu. ia mencopot kedua sepatu dan menentengnya keluar lapangan. ia tak mungkin lagi melanjutkan pertandingan dengan keadaan sepatu seperti itu.

setelah Andi di gantikan, ia duduk di pinggir lapangan. menarik napas dalam dalam lalu menghembuskannya perlahan.

"Aduh gimana pertandingan besok yah, kalau sepatu begini?"

Sepatu Andi sudah tidak mungkin bisa di pakai lagi. di perbaiki pun tak mungkin. tak terasa langit mulai gelap. latihan untuk hari ini di hentikan. masih tertunduk lesu andi pulang sambil menenteng sepatu butut miliknya.


Sesampainya di rumah Andi menggeletakkan sepatunya di sudut ruangan, lalu masuk ke kamar.
ia merasa sangat lelah, pikirannya sedang kacau.

setelah membersihkan diri, Andi merebahkan badannya di atas ranjang dengan kedua tangannya menyilang di belakang kepala.

"Bagaimana besok aku bisa bertanding kalau tidak ada sepatu" pertanyaan itu terus berkecamuk di pikiran Andi.

Padahal besok adalah pertandingan penting, tapi sepatu bola satu satunya malah rusak. andi merasa binggung. di tengah pikirannya yang tak menentu, tiba tiba pintu kamarnya ada yang mengetuk.

"Tok...tok...tok...!!!" Andi sedikit tersentak.

"Andi, keluar sebentar nak, Ibu mau memberimu sesuatu" suara Ibu Andi dari balik pintu.

"Iya, Bu sebentar" kemudian andi bangkit dari tempat tidurnya, lalu membukakan pintu.

"Ada apa Bu?" tanya Andi.

"Ini, untukmu" Ibunya menyodorkan sebuah kotak kardus berwarna coklat. Andi nampak kebingungan.

"Apa isi kotak kardus ini Bu?"

"Bukalah, itu bekas mendiang Ayahmu, Ibu sudah lama menyimpannya"

Andi seolah tak percaya dengan apa yang di lihatnya, kotak kardus itu berisi sepasang sepatu tua milik almarhum Ayahnya.

"Ini untukku Bu?" terpancar raut bahagia dari wajah Andi.

"Dulu Ayahmu pernah berpesan kepada Ibu untuk menjaga sepatu itu. Dan meminta untuk memberikannya padamu suatu hari nanti. Ibu rasa ini waktu yang tepat. Sekarang itu jadi milikmu, pergunakan dan rawatlah baik baik"

"Terimakasih Bu" Andi menggangguk mantap, lalu memeluk Ibunya.

"Terima kasih Ayah" kata Andi dalam hati.


0 komentar:

Posting Komentar

 
;