04/07/14

Nervous saat interview.

ilustrasi


Akhirnya gue dapat panggilan interview kerja dari perusahan yang selama ini gue incar. Awalnya gue excited banget. Kayak anak sapi yang lepas dari kandangnya. Tapi, perasaan kok jadi tegang dan agak sedikit parno ya. Gue berpikir kira kira apa yang akan terjadi besok, sampai gue dibuat nggak bisa tidur.

Gue coba membuat sebuah bayangan kasar, dimana saat saat gue diwawancara oleh HRD.
Gue menerka nerka sekiranya pertanyaan macam apa yang akan dilontarkan oleh si pewawancara, gue udah menyiapkan jawabannya. Bahkan gue udah bikin suatu dialog antara gue dengan si pewawancara. Jadi nanti waktu gue ditanya, dan nggak tahu jawabannya, gue tinggal bilang " maaf, anda salah dialog. "

Hari yang ditunggu pun tiba, gue dan pelamar Kerala yang lain menunggu disuatu ruangan yang biasa digunakan untuk  tempat makan para karyawan.

"Maaf sudah menunggu lama, perkenalkan nama saya Anik, saya HRD di sini. " Kata seorang cewek memperkenalkan diri, dengan tampang yang serius, berpakaian rapi,  bertubuh mungil, yang mempunyai bekas luka ditangan sebelah kiri.

Hening.

"Tolong siapakan alat tulis, dan isi pertanyaan yang ada di kertas ini. " Ujar Anik, si HRD.
 
Ini adalah langkah awal suatu perusahaan untuk menyeleksi calon karyawannya. Gue dan pelamar kerja yang lainnya disodorkan sebuah kertas formulir. Belum apa apa masalah sudah timbul, pulpen yang gue gunakan buat mengisi formulir, dianulir sebagai pulpen biadab yang tak memenuhi standar, oleh si HRD.

"Kamu jangan pake pulpen kaya gitu, itukan warnanya kayak biru stabilo, jadi nggak boleh." Kata sang HRD yang punya kuasa.

"Iya, bu...ma'af, bu...ampun bu." Jawab gue sedikit memelas. Saat itu gue merasa seperti gelandangan yang benar-benar minta belas kasihan. Gue binggung, muka gue pucat pasi. Tapi, akhirnya gue dapat pinjaman pulpen dari teman yang kebetulan ikut melamar kerja.

"Nah berarti dia  punya jiwa sosial yang tinggi, mau minjemin pulpen ke kamu." Si HRD ini seolah olah sedang memojokkan gue. Saat itu gue sempat kehilangan kepercayaan diri. Gue cuma bisa manggut manggut, tanpa bisa membela diri.

Waktu terus berputar, sampai akhirnya gue dan konsestan yang lain selesai mengisi formulir. Tes selanjutnya adalah psichotest. Tes yang menguji kemampuan mental pelamar kerja dalam hal daya pikir secara menyeluruh dan logis. Tes di mana gue dan otak gue harus bekerja keras.

Gue masih ingat, waktu itu...

Sekali lagi gue dan yang lainnya disodori satu buah buku tipis, yang didalamnya berisi soal soal psichotest.

"Jangan dibuka terlebih dahulu sebelum ada aba aba dari saya."  Kata HDR mencoba menerangkan.

"Didalam buku ini ada 50 soal, pilihan ganda dan kalian harus menjawabnya dalam waktu 15 menit'. inget ga boleh tengok kanan kiri atau tanya temen disebelahnya, yang ketahuan nyontek, kertasnya akan saya ambil, dan dinyatakan tidak lolos." Lanjut HRD. Gue yang mendengar itu semua cuma bisa mangap. Tapi, gue coba tetap stay cool, tetep tenang, mencoba mengatur sikap, supaya nggak terlihat nervous. Padahal udah kencing di celana.

"Dimulai dari sekarang." HRD memberikan aba aba tanda di mana gue dan yang lain harus mulai mengerjakan soal.

kompetisipun dimulai...

Gue bersyukur banget karna soalnya cuma pilihan ganda, hal yang gue andalkan dalam menjawab soal soal pilihan ganda dengan waktu singkat adalah dengan cara "MELIHAT HURUF YANG BERSINAR" mungkin terdengar konyol, tapi emang konyol sih.
Jadi gue bakal baca soal sekilas doang, terus perhatikan dengan seksama pilihan jawaban dari A sampai E, dengan menyatukan segenap jiwa dan raga mengontrol emosi dan pikiran dengan konsentrasi penuh akan melihat pilihan yang mengeluarkan cahaya putih. Nah, huruf yang mengeluarkan cahaya paling terang, itulah yang gue pilih sebagai jawaban.


"Yak, waktu abis."

Saat otak dan jempol kaki bergetar secara bersamaan, waktu yang seharusnya berjalan normal, terasa begitu cepat berlalu bak apolo yang melesat cepat ke angkasa. Gue berhenti mengerjakan soal, yang lainnya juga.

Gue menghela napas.

Dengan cara tadi akhirnya dari 50 soal gue berhasil menjawab 42 soal. Saat itu gue benar-benar pasrah, gue melihat ke kanan dan ke kiri. Tampaknya mereka juga berjuang dengan keras.
Soal beserta jawaban yang kami buat dikumpulkan kembali. Waktu itu gue yakin banget jawanban gue hampir 85 % benar.

hening beberapa lama...

Seperti layaknya perusahaan yang sedang mencari karyawan, setelah deretan tes yang menguras tenaga dan pikiran, tiba saatnya buat sesi wawancara. Wawancara seleksi adalah percakapan formal dan mendalam yang dilakukan untuk mengevaluasi hal yang dapat diterima atau tidaknya kamu di perusahaan tersebut.

MAMPUS GUE...

Ini adalah sesi yang paling gue takutin. Gue adalah orang yang paling nggak bisa berdialog, apalagi secara formal. Saat wawancara gue suka glagapan, keringat dingin dan hilang kendali.

Saat itu gue bersyukur dapat giliran terakhir buat diwawancara. Teman gue satu persatu bergantian masuk ke ruang wawancara. Sambil menunggu giliran, untuk menghilangkan rasa nervous gue coba menghibur diri. Dari santai sambil ngupil, nyanyi nyanyi sendiri sampai memotivasi diri sendiri. Yeah, darah itu merah, pelangi itu warna warni. "Ayo, pasti gue bisa." Gue mencoba menyakinkan diri sendiri.

Semakin sering gue menghibur diri yang ada malah semakin deg degan, rasanya jantung gue pengen keluar. Akhirnya giliran gue tiba. Gue bangun dari tempat duduk, melangkah pasti ke ruang wawancara. Gue pegang gagang pintu dengan erat, gue buka pelan pelan.

CIAT...

"Permisi." Kata gue sambil memberikan senyuman yang paling manis.

"Iya, silahkan masuk." HRDnya mempersilahkan gue masuk tanpa membalas senyuman manis yang barusan gue berikan dengan rasa gondok.

Satu hal yang harus diperhatikan saat interview, jangan pernah duduk kalau belum dipersilahkan duduk. Gue berjalan menuju meja HRD, dan berdiri di depannya. Karna nggak kunjung dipersilahkan duduk, akhirnya, gue memberanikan diri buat bilang. "Boleh saya duduk?"

"Oiya, silahkan duduk. Maaf saya lupa." Kata sang HRD santai. Saat itu gue berpikir mungkin dulu kepala orang ini pernah terbentur benda keras, lalu menjadikannya amnesia ringan.

Gue duduk dengan sikap yang sopan dan terlihat cool. Duduk dengan tidak menyandar dan menaruh kedua tangan di atas meja. Saat itu gue disuruh memperkenalkan diri. Gue perkenalkan nama gue siapa, nama panggilan gue, alamat gue di mana, tinggal sama siapa, hobby gue apa. Pokoknya semua hal tentang gue. Kecuali soal gue suka kencing di celana.

Nggak mungkin dong, waktu perkenalan "Emm, hobby saya tuh suka main bola, terus main musik sama menulis, saya juga masih suka kencing di celana lho." Akan terjadi kegemparan yang luar biasa nanti.

HRDnya manggut manggut.

Gue ingat banget waktu itu, gue benar-benar nggak bisa menutupi rasa nervous. Saat mata gue bertemu sama mata si HRD ini, pasti mata gue langsung berpaling dari dia. Paham dengan keadaan seperti ini, dia bilang. "Kamu, nervous yah?"

JEGER...!!!!

Gue cuma bisa diam, sambil coba merilekskan diri.Gue mengambil napas dalam dalam dari hidung, menghembuskannya secara perlahan.

"Oke, coba kamu tawarkan suatu produk kepada saya, anggap saya ini sebagai costamer."

"Baik!"


Entah dapat pikiran dari mana waktu itu, gue mencoba menawarkan produk parfum kepada dia.
"Emm, yah, ini adalah parfum mini, non alkohol." Kata gue dengan penuh percaya diri. Gue memegang sebuah pulpen, sebagai substisusi dari parfum yang gue tawarkan.

"Ini parfum mini, non alkohol yang mudah dibawa mana-mana, mempunyai wangi beraneka ragam, dan harganya terjangkau lho...apakah Ibu tertarik?"


"ENGGAK....!!!"


JEGER....JEGER....

Bumi gonjang ganjing, langit kelap kelip. Mendengar jawaban dari si HRD keparat ini, rasanya gue pengen mati saat itu juga.
 
"BUMI.....TELAN....AKU...!!!"


Gue cuma diam, mata gue kosang seolah udah nggak ada harapan lagi. Setelah serangkaian wawancara ini, akhirnya HRDnya bilang. Gue ingat betul kata-kata dia.


"Oke, tunggu kabar 3 hari lagi dari saya, nanti akan ada panggilan lagi via telepon atau sms. Dalam jangka waktu 3 hari, kalau dalam jangka waktu itu tidak ada kabar sama sekali dari saya, mohon maaf berarti anda belum bisa bergabung dengan perusahaan kami.
ya, terima kasih atas kedatangannya anda bisa langsung pulang."

Gue berdiri dari bangku, seraya mengulurkan tangan. "Iya, terima kasih kembali atas waktunya, Bu."
Yang artinya "Iya, terimakasih, sudah membuat saya senam jantung hari ini."
Hari itu selesai sudah, gue pulang, gue nggak mau mikirin apa apa lagi. Gue udah pasrah, biarkan semua mengalir seperti tokai yang ngambang di kali.

Menunggu kabar diterima atau tidaknya kita bekerja, sama menegangkannya seperti awal kita melamar kerja. Seperti halnya waktu pertama kali masuk sekolah. Ada rasa takut, deg degan, sensasi jantung yang memompa darah begitu kencang. Dan akan tiba saatnya kita menjalani ujian. Setelah itu, dengan harap harap cemas kita menunggu dan berdo'a hasil dari ujian itu akan menentukan lulus atau tidaknya kita.

Hari itu nggak ada sama sekali sms atau telepon dari HRD. Mungkin dia lupa, mengingat dia seperti orang yang terkena amnesia ringan. Gue sendiri juga jadi sedikit parno ada sms langsung buru-buru gue lihat. Eh, malah isinya sms dari mama minta pulsa (penipuan). Kalau ada yang telpon langsung buru-buru gue angkat. setelah bilang "halooww..." Eh nggak tahunya dari operator suruh isi pulsa.

Hari ini adalah hari ketiga setelah wawancara kemarin lusa. Gue menunggu dari pagi sampai sore. Hari itu nggak ada sms ataupun telpon dari HRD keparat itu.

Itu artinya?

Ya, gue resmi "DITOLAK."

0 komentar:

Posting Komentar

 
;