26/09/13 9 komentar

Prompt #27 - Kartu rahasia.



Malam semakin larut. Tapi, tamu undangan malah semakin membanjiri acara pernikahan ini, tak menunjukkan tanda tanda akan surut.
Ini adalah hari paling membahagiankan bagi dua sejoli, Rudi dan Indri. Mereka sengaja membuat pesta yang cukup meriah dan menyebar lumayan banyak undangan ke kerabat dan teman temannya.

Menjadi raja dan ratu semalam memang sudah menjadi impian mereka berdua sejak berkomitmen menjalin kasih selama 2 tahun terakhir. Wajah kebahagian begitu terpancar dari kedua mempelai yang saling bersanding di pelaminan itu. Berusaha menutupi rasa lelah karna sudah seharian ini sibuk menyalami ribuan tamu undangan yang datang.

---

Meja dan kursi yang ada di pelataran rumah pun mulai ditumpuk. Begitu pula dengan tenda dan dekorasi yang mulai di copot satu persatu. Inilah saat terindah yang sudah ditunggu tunggu, Rudi dan Indri. Mengarungi pernikahan setelah pesta berakhir. Malam pertama!

Seolah tak sabar, Rudi dengan cekatan meraih tubuh Indri yang sintal dan membopongnya keatas ranjang. Rudi pun terengah engah, masih berusaha mengatur napasnya yang tak beraturan. Bibir mereka pun mulai tak ada jarak.

"Ssssttt..." Matikan dulu lampunya, perintah Indri.

Rudi pun tersenyum kecil tanda mengiyakan. Setelah lampu padam mereka pun mulai saling melucuti pakaian. Jantung serasa di pompa dan darah seperti mengalir begitu cepet keseluruh tubuh. Keringat mulai mengalir deras menenggelamkan mereka pada lautan asmara.

---

Sudah hampir setahun umur pernikahan kami. Tapi, belum ada tanda tanda kalau Indri akan hamil. Belum lagi ocehan dari orang tua yang selalu menuntut ingin segera menimang cucu membuat Rudi selalu mencari alasan untuk berkilah.
Pagi itu, Rudi sedang bersantai di rumah. Matanya meruncing begitu melihat sebuah dompet di atas meja.
Sekitar satu jam yang lalu Indri pamit ingin pergi ke pasar untuk membeli keperluan untuk hari ini.
Tak perlu berpikir lama Rudi pun meraih dompet itu dan berniat ingin menyusul Indri istrinya kepasar.

Saat dompet itu sudah ada di tangan Rudi, tetiba ada sesuatu yang terjatuh dari selipan dompet itu. Rudi sedikit mengernyitkan dahi. Sebuah kartu.
Rudi pun memungut kartu yang terjatuh itu dari lantai.

"KARTU TANDA PENDUDUK REPUBLIK INDONESIA."

Tertulis pada kartu tersebut dengan huruf kapital. Kemudian Rudi membalik KTP tersebut. Matanya langsung tertuju pada foto yang ada di KTP itu. Ia sedikit terheran, melihat seorang berambut cepak dengan kumis tipis. Belum habis rasa herannya, matanya di buat terbelalak membaca biodata di KTP itu.

Nama                     : Indra prasetyo
Tempat/Tgl Lahir    : Jakarta, 27-09-1987
Jenis kelamin          : LAK.......

Belum tuntas membaca semua biodata di KTP itu, jantung Rudi serasa di tusuk belati. Ia pun tergagap. Pandangannya pun gelap.

                                                                         ***
23/09/13 0 komentar

Pembunuhan berencana.



Malam sudah begitu larut, Aku dan Ibu sudah terlelap diatas ranjang.
Sayup-sayup terdengar suara aneh dari luar kamar. Aku berdigik.
Bulu kuduk ku pun berdiri. Seperti terdengar suara orang berbisik bisik.
Kurasa ada lebih dari dua orang. Aku tampak gelisah, ingin sekali ku bangunkan Ibu.

"Ayo, masuk jangan sampai ketahuan, pokoknya malam ini wanita jalang dan anaknya itu harus mati."
Perintah seseorang dari pintu balik pintu.

Suara itu semakin jelas dan tak asing didaun telingaku. Itu suara Ayah.
Dia berencana ingin membunuhku dan Ibu.

"Astaga, apa dia sudah gila?."

Suara  itu semakin mendekat kearah kami. kali ini aku benar-benar ketakutan.
Belum sempat Ayah dan gerombalannya membuka pintu.
tanpa pikir panjang ku dobrak dinding rahim Ibu, ku bangunkan dia dan menyelamatkan diri.

                                                                          ***

22/09/13 0 komentar

Firasat



Awalnya biasa saja saat Irfan melahap semangkuk bubur ayam kesukaannya. Tapi, setelah beberapa suapan bubur ayam itu masuk ke dalam mulutnya ia merasa ada yang aneh. lantas Irfan memuntahkan makanan yang sudah terlanjur ia lahap. betapa terkejutnya ia, dilantai gigi giginya copot berserakan bersamaan dengan makanan yang ia muntahkan.

"Aaaahhhhhh..."

Irfan berteriak memecah keheningan malam. Ia terjaga, dengan peluh yang bercucuran diatas ranjang Irfan berusaha mengatur napasnya yang masih terengah engah.

"Syukurlah, ternyata cuma mimpi".

Lalu ia bangkit dari ranjangnya menuju dapur, meminum satu gelas air putih untuk menenangkan diri. kemudian ia kembali merebahkan tubuhnya diatas kasur.

----

Sepulang sekolah Irfan teringat mimpinya semalam, kata seorang teman kalau kamu mimpi gigi kamu copot, itu pertanda, kalau kamu akan terkena musibah. Irfan adalah orang yang tak pernah percaya dengan hal hal yang tak pasti seperti itu. Apalagi hal-hal yang berhubungan dengan alam ghaib. Dia berpikir itu hanya mimpi buruk biasa. mimpi hanyalah mimpi tak lebih dari sekedar bunga tidur.

Tapi entah kenapa semakin ia memikirkan mimpinya semalam, perasaan Irfan menjadi serba cemas dan gugup. Ia berjalan tanpa memandang kedepan, pikirannya menerawang jauh entah kemana. Saat ingin menyeberang jalan secara tiba tiba sebuah mobil melaju kencang kearahnya, Irfan tampak terkejut dan berteriak. Tanpa sempat menghidar mobil itu pun lantas menabrak tubuh Irfan dan menghempaskannya. Diatas aspal Irfan pun terkapar. gelap.

----

Irfan masih berusaha membuka matanya yang begitu berat. seluruh tubuhnya seperti mati rasa ia tak bisa menggerakkan kedua tangan dan kakinya.

"Dimana aku?".

"Kenapa begitu gelap disini."

Terakhir kali yang Irfan ingat hanyalah ada sebuah mobil yang melaju kencang menabrak tubuhnya, dan terdengar samar suara riuh orang mengerumuni dirinya yang sedang terkapar tak berdaya. setelah itu pandangannya gelap dan tak ingat apa apa lagi.

"Apa aku sedang ada di surga?" Irfan merasa asing disini. ia seperti sedang berada disebuah lorong yang gelap. Lalu Irfan menyusuri lorong gelap itu, berusaha mencari jalan keluar.

"Ayaaah...Ibuuuu..." Irfan berteriak memanggil kedua orang tuanya. tapi, tak ada jawaban.

hening.

Di ujung lorong yang gelap ada secercah cahaya yang begitu menyilaukan. Irfan berusaha mendekati cahaya itu. matanya terbelalak seolah tak percaya dengan apa yang sedang ia saksikan. Didalam cayaha itu Irfan bisa melihat dengan jelas Ayahnya yang sedang menyetir mobil. 

"Ayaaahhh....Ayaaahhh...apa kau dengar aku?" 

Irfan berusaha memanggil tapi tak ada respon dari Ayahnya. Ia tak bergeming masih fokus mengendarai mobil. tapi, tiba tiba mobil yang dikendarai oleh Ayahnya oleng, ban depan mobil itu secara tak terduga meledak. Ayahnya tak kuasa mengendalikan mobil. Dengan kecepatan tinggi mobil itu menabrak pembatas jalan dan .......".

"AYAAAAHHHH....".

Teriakan itu memecah keheningan di rumah sakit. Dengan infus yang masih menempel dihidung, Irfan berusaha mengatur napasnya yang tak beraturan. Ibunya yang berdiri tak jauh dari ranjang Irfan dirawat pun ikut terkejut. gelas yang ada di tangannya tak sengaja ia jatuhkan dan pecah saat berbenturan dengan lantai.

"Irfan anakku, akhirnya kau sadar juga, nak. Sudah 3 tahun lebih kau tertidur". 

Ibunya terisak sambil memeluk erat anak tunggalnya. Belum sempat Irfan berbicara, handphone Ibunya yang ada diatas meja pun berdering.

"Hallo".

"Iya, hallo. Apa benar ini dengan keluarga bapak Harry?" terdengar suara lelaki di ujung telpon.

"Iya,benar saya istrinya".

"Ma'af, kami dari kepolisian. Ingin memberitahukan bahwa suami Ibu mengalami kecelakaan, kini jenasahnya ada di rumah sakit. Mobil yang ia kendarai menabrak pembatas jalan dan masuk kedalam jurang".

***

Dikembangkan dari fiksimini:

@NafriYrrah : Ibu tak sengaja menjatuhkan gelas. Di tempat lain, mobil ayah masuk jurang. Aku terbangun dari koma panjang.

Aku mengikutsertakan FF ini ke: Ngasih hadiah - september bahagia yang diadakan oleh Harry irfan.

04/09/13 0 komentar

Sepasang sepatu tua.


Siang itu, sepasang kaki berjalan lebih cepat tidak seperti biasanya. Ia seperti di buru oleh waktu. napasnya terengah engah.

"Assalamualaikum, aku pulang" ia mengucapkan salam.

Sesampainya di rumah ia hanya menaruh tas dan menganti baju seragamnya. setelah itu ia bergegas pergi keluar menuju lapangan bola dekat rumahnya.

"Hey, makan dulu" teriak Ibu dari dapur.

"iya, nanti saja. mau main bola dulu." balasnya.

Andi adalah seorang pelajar di salah satu SMA negeri di Jakarta, orangnya sederhana, mudah bergaul, mandiri dan sangat hobi bermain bola. hanya saja di seorang yang pemalu. setiap kali ada masalah ia segan meminta bantuan. katanya, ia tak mau merepotkan orang lain.

Memang sudah menjadi kebiasaan Andi, setiap pulang sekolah ia selalu bermain sepakbola dengan teman temannya di lapangan dekat rumahnya. sebenarnya itu hanya sebidang tanah kosong milik pemerintah yang tak terurus, lalu di manfa'atkan oleh orang di sektar sini untuk bermain bola setiap sore.

Andi suka sekali bermain sepakbola, itu sudah menjadi kebutuhan wajib baginya. tak heran ia masuk di team sepakbola di sekolahnya. walaupun dia hobi sekali berolahraga, tapi, di bidang akademis ia juga termasuk anak yang cerdas.

"Aku harus rajin berlatih, supaya bisa memenangkan kompetisi sepakbola antar SMA tahun ini. dan suatu hari nanti akan ku bersihkan nama baik Ayah". tekatnya dalam hati.

Memang Andi ini adalah anak yang berbakat, banyak orang yang memuji kemampuannya mengolah si kulit bundar. Itu semua tak terlepas dari peran Ayahnya sebagai mantan pesepak bola nasional Indonesia.
darah yang mengalir dalam tubuh Andi adalah darah pesepak bola yang pernah berjaya pada eranya.

Tapi, tak jarang ia juga mendapat cibiran dari teman temannya. karna dulu sewaktu TIMNAS berlaga dalam final menghadapi negeri tetangga, dalam adu pinalti. Ayahnya gagal menyarangkan bola ke gawang lawan. itu semua berdapak pada kekalahan TIMNAS Indonesia.

Ayahnya merasa bersalah atas kekalahan itu. ia terpukul, lantas memutuskan untuk gantung sepatu
di usia yang tergolong masih muda.

sejak ayahnya memutuskan untuk berhenti bermain bola, kehidupan keluarga andi pun mulai berubah. Suatu ketika mendadak Ayahnya terkena serangan jantung dan meninggal sewaktu andi masih berumur 7 tahun.

kini Ibunya harus berkerja keras untuk membiayai sekolah andi dan adiknya sendirian.

---

Di pinggir lapangan Andi terdiam melihat sepatu bola miliknya yang sudah butut. di bagian depan kulit sepatu sudah terkelupas, hampir berlubang mungkin karena terlalu sering terkena benturan keras.

Ia melihat ke sekelilingnya, teman teman Andi bermain bola dengan sepatu yang bagus. ia merasa iri, tapi tak mungkin ia meminta kepada Ibunya untuk membelikan sepatu baru.

"Hey, ndi ayo cepat sini gabung".

salah seorang dari temannya memanggil dari kejauhan.teriakan itu membuyarkan lamunan andi.

"Oh, iya tunggu sebentar".

"Ah, apa yang aku lamunkan. aku harus tetap fokus berlatih untuk pertandingan final besok".

Tak lama kemudian Andi bergabung dengan teman temannya di tengah lapangan untuk melakukan pemanasan. hal itu harus di lakukan agar terhindar dari bahaya cidera. Andi dan teman temannya tampak bersemangat. setelah melakukan peregangan, mereka berlari lari kecil mengitari lapangan beberapa kali.

Sepatu Andi tampak begitu kontras saat iring iringan kaki itu berlari berdempetan. begitu lusuh penuh debu.
tak sedap di pandang mata. tapi Andi tak begitu mempedulikan hal itu.

Setelah dirasa cukup, mereka lantas membagi tim menjadi dua bagian. tim A dan tim B. Sebagian lagi duduk di pinggir lapangan sebagai cadangan. Andi masuk dalam tim A dan dapat giliran main pertama.


"priiiiittttt"


Peluit di tiup pertanda pertandingan di mulai. Andi berlari mengejar bola, teman temannya juga tak kalah bersemangat. mereka saling kejar dan berebut bola, seolah tak peduli dengan terik matahari yang masih lumayan menyengat sore itu. Ribuan butir peluh pun berjatuhan ke tanah.

"Andi terima ini" 

seorang teman memberikan sebuah umpan lambung, Andi lekas berlari menyambut bola. tepat di mulut gawang tanpa pengawalan, bola sudah berada di kaki andi.

"shootiiiing"

Teriak teman yang memberi umpan. tak perlu menunggu lama, andi mengayunkan kakinya sekuat tenaga menendang bola ke arah gawang, lalu dengan satu hentakan...


"DAAASSS!!! KRACKK!!!"


Bola melesat ke arah kanan gawang, kiper pun tak sanggup meraihnya, dan...

"GOOOOLLLLLL"

riuh suara tim A merayakan keberhasilan Andi menyarangkan bola ke gawang lawan.

---

Andi terdiam, ia masih berdiri di situ, tak bergeming, tak bersuara. Ia tak melakukan selebrasi atas keberhasilannya mencetak gol. salah seorang teman berlari kearahnya dan menepuk pundakya.

"Hey, Ndi, yang barusan itu keren banget"

Andi masih terdiam, ia menunduk melihat ke arah sepatunya.

"Hey, kenapa?"

"Sepertinya sepatuku robek"

Sepatu bola andi satu satunya rusak, gol yang baru saja tercipta harus di bayar mahal olehnya. sekarang sepatu sebelah kanan andi seperti mulut buaya yang sedang menganga.
Andi tertunduk lesu. ia mencopot kedua sepatu dan menentengnya keluar lapangan. ia tak mungkin lagi melanjutkan pertandingan dengan keadaan sepatu seperti itu.

setelah Andi di gantikan, ia duduk di pinggir lapangan. menarik napas dalam dalam lalu menghembuskannya perlahan.

"Aduh gimana pertandingan besok yah, kalau sepatu begini?"

Sepatu Andi sudah tidak mungkin bisa di pakai lagi. di perbaiki pun tak mungkin. tak terasa langit mulai gelap. latihan untuk hari ini di hentikan. masih tertunduk lesu andi pulang sambil menenteng sepatu butut miliknya.


Sesampainya di rumah Andi menggeletakkan sepatunya di sudut ruangan, lalu masuk ke kamar.
ia merasa sangat lelah, pikirannya sedang kacau.

setelah membersihkan diri, Andi merebahkan badannya di atas ranjang dengan kedua tangannya menyilang di belakang kepala.

"Bagaimana besok aku bisa bertanding kalau tidak ada sepatu" pertanyaan itu terus berkecamuk di pikiran Andi.

Padahal besok adalah pertandingan penting, tapi sepatu bola satu satunya malah rusak. andi merasa binggung. di tengah pikirannya yang tak menentu, tiba tiba pintu kamarnya ada yang mengetuk.

"Tok...tok...tok...!!!" Andi sedikit tersentak.

"Andi, keluar sebentar nak, Ibu mau memberimu sesuatu" suara Ibu Andi dari balik pintu.

"Iya, Bu sebentar" kemudian andi bangkit dari tempat tidurnya, lalu membukakan pintu.

"Ada apa Bu?" tanya Andi.

"Ini, untukmu" Ibunya menyodorkan sebuah kotak kardus berwarna coklat. Andi nampak kebingungan.

"Apa isi kotak kardus ini Bu?"

"Bukalah, itu bekas mendiang Ayahmu, Ibu sudah lama menyimpannya"

Andi seolah tak percaya dengan apa yang di lihatnya, kotak kardus itu berisi sepasang sepatu tua milik almarhum Ayahnya.

"Ini untukku Bu?" terpancar raut bahagia dari wajah Andi.

"Dulu Ayahmu pernah berpesan kepada Ibu untuk menjaga sepatu itu. Dan meminta untuk memberikannya padamu suatu hari nanti. Ibu rasa ini waktu yang tepat. Sekarang itu jadi milikmu, pergunakan dan rawatlah baik baik"

"Terimakasih Bu" Andi menggangguk mantap, lalu memeluk Ibunya.

"Terima kasih Ayah" kata Andi dalam hati.


 
;